HTI Rencanakan Aksi Tolak Paus Non-Muslim

pg-34-pope-getty

Paus Fransiskus (foto: St. Lucia News Online)

Vatikan – Setelah sebelumnya sukses menyelenggarakan aksi unjuk rasa di Jakarta, Halo Teman Indonesia (HTI) kembali merencanakan aksi sejenis. Bekerja sama dengan Halo Teman Vatikan (HTV), aksi berikutnya akan diadakan di Lapangan Santo Petrus, Vatikan.

Aksi unjuk rasa ini dilatarbelakangi pernyataan sikap HTI yang menolak pemimpin beragama non-Islam. Paus Fransiskus selaku paus ke-266 memimpin Gereja Katolik Roma yang beranggotakan 1.2 milyar jemaat di seluruh dunia. Terdapat sekitar 7 juta pemeluk agama katolik di Indonesia.

Larangan memilih pemimpin non-Muslim tertulis dalam beberapa ayat di al-Qur’an. Ayat-ayat tersebut menjadi dasar sikap HTI dalam melaksanakan aksinya.

Juru bicara HTI, Lukman Rajabi, menyayangkan keputusan para kardinal di konklaf (metode penunjukkan paus) tahun 2013 silam. HTI menyayangkan pengangkatan Paus Fransiskus (nama asli: Jorge Mario Bergoglio) yang beragama katolik.

“Ayatnya kan sudah jelas. Kalau masalah tafsir kan, selain lebih baik dipercayakan ke ulama yang lebih tau, kalau ragu kan lebih baik kita tinggalkan. Pilih yang aman saja. Toh banyak calon paus yang khatam (tamat membaca, -red) al-Qur’anul karim, calon yang lebih baik.”

Aksi unjuk rasa tersebut direncanakan akan digelar pada tanggal 14 Februari 2017, bertepatan dengan hari raya Santo Valentinus. Saat ini, HTI dan HTV tengah mempersiapkan penyewaan 4 unit kapal nelayan yang akan berangkat dari pelabuhan Tanjung Priok untuk memberangkatkan massa.

Keempat kapal itu akan melakukan pelayaran selama 70 hari dengan tujuan akhir pelabuhan Porto Turistico Marina di Pescara, Italia. Rombongan demonstran akan melanjutkan perjalanan di jalur darat dengan berjalan kaki menuju Basilika Santo Petrus.

Pemerintah Vatikan belum memberikan komentar mengenai berita ini.
(rhe/cle)

Dilarang di Ruang Publik, Diskusi LGBT Pindah ke Hotel Melati

Bandung – Diskusi terbuka bertajuk ‘Posisi Kaum LGBT di Kampus dan Masyarakat’ yang sebelumnya direncanakan akan diadakan di Institusi Teknik Bandung (ITB) akhirnya dipindahkan ke Hotel Semalam Saja di kawasan Saritem, Bandung. Hal ini terkait pelarangan acara tersebut oleh Lembaga Kampus (LK) ITB karena dicemaskan akan menimbulkan kontroversi di masyarakat.

Ketua Panitia, Rendro S., menegaskan niat panitia untuk tetap mengadakan diskusi sesuai rencana terlepas dari pelarangan LK walau harus mengubah lokasi acara.

“Kalau memang tidak boleh diadakan di kampus, kami tinggal mencari lokasi lain. Diskusi isu sosial seperti ini tidak bisa dibungkam hanya karena ketakutan adanya kontroversi. Perselisihan pandangan itu harusnya tidak ditakuti, tetapi dihadapi bersama untuk mencari jawaban terbaik dalam segala hal.”

Rendro juga menjabarkan usaha panitia dalam mencari lokasi alternatif setelah adanya pengeluaran surat keputusan pelarangan acara oleh LK. Beberapa lokasi yang telah dipertimbangkan termasuk gelanggang olahraga, pematang sawah, dan tempat karaoke.

Hotel Semalam Saja, salah satu hotel kategori melati di kawasan Saritem, menjadi pilihan panitia setelah melalui pertimbangan kelayakan lokasi, fasilitas, dan harga.

150520221447-breakingnews-polrestabes-bandung-gerebek-saritem

Antusiasme warga Saritem menyambut diskusi intelektual mengenai LGBT (foto: cikalnews.com)

Nikita Mawar, penduduk setempat sekaligus pekerja di Hotel Semalam Saja, menyambut hangat keputusan panitia.

“Kita di sini sih bebas, orang dari mana saja pasti kita layani asal bayar dan jaga sikap sopan santun. Justru kita terima kasih sama ITB, jadinya banyak pengunjung.”

Acara diskusi yang akan diadakan pada 1 April mendatang akan mendatangkan pembicara perwakilan beberapa organisasi mahasiswa ITB. Akan tetapi, undangan kepada LK ITB yang sebelumnya termasuk ke jajaran pembicara turut dibatalkan sebagai tindak balik pelarangan acara.

Pembatalan undangan tersebut disinyalir akan berdampak negatif, termasuk adanya kemungkinan kedatangan anggota LK tanpa undangan untuk mengutuk putri ketua panitia agar tertusuk jarum di ulangtahunnya ke-16. Rendro memastikan panitia akan memperketat keamanan sebelum dan selama berlangsungnya acara.

(rak/rp)

 

Opini: Tes dan Lembaga Pemasyarakatan sebagai Solusi LGBT

no-rainbow-flags-360x240

sumber gambar: forum.nationstates.net

Oleh Rizkia Februarianti.

Mengenali LGBT

Akhir-akhir ini, media massa maupun media sosial di Indonesia marak membicarakan isu  LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transeksual), dipicu oleh pelegalan pernikahan sesama jenis di Amerika Serikat serta kasus Support Group and Resource Center on Sexuality Studies Universitas Indonesia (SGRC-UI). Tentunya isu yang begitu kontroversial mengundang banyak sekali argumen dari pihak yang pro maupun yang kontra.

Saya sendiri termasuk golongan yang menolak adanya pemberian hak berlebih bagi kaum LGBT di Indonesia. Sebelum lanjut ke pokok bahasan, mari kita kupas terlebih dahulu siapa itu kaum LGBT.

Secara umum, kaum LGBT terdiri dari 4 golongan:

L – Lesbian: Wanita penyuka (secara seksual) sesama wanita.

G – Gay: Pria penyuka (secara seksual) sesama pria.

B – Biseksual: Pria ataupun wanita yang menyukai (secara seksual) pria DAN wanita.

T – Transeksual: Orang yang dilahirkan sebagai pria namun merasa dirinya adalah wanita (dan sebaliknya).

Sebagai catatan, dalam tulisan ini kaum LGBT akan dibedakan dengan tindakan LGBT (bentuk ekspresi ideologi LGBT melalui tindakan seksual atau kelakuan/penampilan tidak sesuai jenis kelamin).

Sepintas saja dapat dilihat bahwa semua unsur dalam LGBT adalah suatu bentuk pilihan. Saya memilih untuk menyukai lelaki sesuai dengan kodrat saya sebagai wanita yang sehat jasmani dan rohani. Demikian pula saya memilih untuk memakai dress, rok, dan make-up untuk berpenampilan menarik layaknya seorang wanita.

Tetapi beberapa pendukung kaum LGBT menyatakan bahwa preferensi seksual/gender seseorang terbentuk secara alami dan tidak dapat diubah. Saya berpendapat bahwa para pendukung tersebut hanya memiliki pemikiran dan pemahaman yang tidak cukup dalam dalam menyikapi isu ini.

Continue reading